Aku Dinda, aku tinggal bersama Mama & Papa. Aku senang, tapi, ada satu yang kurang. Yaitu, Rinda, saudara kembarku.
Rinda :
Aku Rinda, aku tinggal di Panti Asuhan ‘Bunga Kasih’ aku gak tahu siapa Papa dan Mamaku. Dan, aku juga gak mau tahu. Karena mereka udah ngebuang aku ke Panti ini.
Dinda :
Pagi ini, ku habiskan di Rumah Sakit. Kata dokter, kondisi tubuhku sangat lemah, maka untuk beberapa hari ini aku harus di rawat si Rumah Sakit. Aku menderita penyakit kanker paru-paru. Karena penyakit itu juga aku harus berpisah dengan Rinda. Aku rindu dengannya, seperti apa dia sekarang?
Rinda :
Pagi ini, ku bangun pagi. Melihat mentari & menghirup segarnya udara pagi hari. Sayangnya, pagi ini Hujan. Tapi, sudah kumaklumi karena aku tinggal di kota Hujan, Kota Bogor.
Dinda :
“ Dinda, sudah cukup, ya, jalan-jalannya. Sekarang kita masuk! “ ajak suster yang merawatku. Aku tak bisa menolak. Aku ingin segera pulang dan mencari Rinda, saudara kembarku.
Rinda :
“ Rin, bantuin Bunda, ya! Tolong belikan bahan rempah-rempah yang kurang di pasar, Tolong, ya, Rin! “ pinta Ibu Panti.
“ Siipp! Deh, Bun. Ya, udah, Rinda pergi dulu, ya! “ kataku yang langsung melesat pergi
Selesai membeli rempah-rempah yang dipinta Bunda, aku segera pulang. Dan saat aku menyebrang jalan, tiba-tiba, ada mobil yang hamper menabrakku…
“ Hei, kalo nyebrang hati-hati, donk!“
“ Ah, iya, maaf. Jona…” maafku dan segera menyadari orang yang hampir menabrakku.
***
“ Jadi, loe, belum juga di adopsi sama orang tua manapun, dan loe belum juga menemukan siapa orang tua asli, loe? “ tanyanya. Aku mengangguk, Jona adalah teman kecilku saat di panti, sayangnya saat berumur 8 tahun, ia diadopsi oleh orang tua yang menginginkan anak laki-laki.“ Ya..gitu dech, lagipula gue males. Ortu gue udah buang gue ke panti ini. Berarti dari gue jadi janin, gue emang gak diharapkan. “ jawabku yang mulai meneteskan air mata.
“ Loe, gak boleh nge-cap orang tua loe, kayak gitu. Gue yakin mereka punya alasan sendiri kenapa nitipin loe ke panti ini. Udah, ah.. kok ketemu malah nangis-nangisan kayak gini. Eh, gimana kabar Ibu Panti? “ hiburnya.
“ Baik. “
Dinda :
Setelahku masuk, di ruanganku ada Irfan, tunanganku.
“ Din, gimana kabarmu? Hari ini kamu boleh pulang, loh! “ katanya gembira. Aku tersenyum dan langsung memeluknya.
Rinda :
Setelah lamaku berbincang-bincang bersama Jona. Aku pun pamitan pulang, takut keasyikan ngobrol dan malah terlambat pulang.
Saat aku sampai di depan halaman rumah, aku melihat sebuah mobil mewah bermerek BMW. Sepertinya, hari ini akan ada anak panti yang diadopsi. Sengaja ku lewat depan ruangan Ibu Panti. Aku mendengar sebuah percakapan antara Ibu Panti dan seorang Ibu-ibu.
“ Maaf, Bu. Apa anak yang Ibu maksud Rinda? “ tanya Ibu Panti serius.
“ Rinda.. ya betul, dia-lah anak saya yang waktu itu saya titipkan disini. Apa dia masih berada di sini? “ tanya Ibu tersebut sedikit emosi.
Mendengar namaku disebut, aku sedikit kaget. Tak sadar aku telah membuka pintu ruangan Ibu Panti, dan.. Ibu Panti telah melihat aku berdiri kaku di depan pintu.
“ Rinda. “ panggil Ibu Panti ketakutan.
“ Apa betul, dia ini Ibu kandung saya? “ tanyaku.
“ Rinda. “ panggil Ibu itu.
“ Kalau betul anda Ibu kandung saya, mengapa dulu engkau membuang saya? Dan kenapa anada baru mau mengambil saya sekarang kenapa tak dari dulu? “ tanyaku emosi, dan langsung berlari keluar.
“ Rinda.. ” suara itu yang terakhir aku dengar setelah aku lari ke taman. Disana aku menangis sesunggukan, berharap akan ada yang menghibur.
Dinda :
Hebat. Sekarang aku sudah bisa pulang ke rumah. Tapi, mama kemana, ya? Saat aku masuk ke kamar, aku mendengar suara seseorang datang. Apa itu, Mama? Saat aku pandang dari balkon, ku lihat Mama bersama seseorang.. yang mirip sekali denganku. Apa itu...
Rinda :
Akhirnya, aku memutuskan untuk ikut bersama Ibu kandung-ku. Memang berat rasanya meninggalkan Panti dan penghuninya, tapi ini sudah keputusanku. Bertahun-tahun aku menginginkan hal ini, dan akhirnya terjadi juga padaku. Alasan Ibuku menitipkanku di Panti Asuhan adalah karena Ibuku harus merawat saudara kembarku yang sakit kanker paru-paru. Saat aku memasuki sebuah rumah besar yang dikatakan Ibuku sebagai rumahku, aku memandang ke arah balkon. Dan, aku melihat sosok perempuan yang mirio sekali denganku. Tapi, ia tamapak sangat pucat.
Dinda :
Terima kasih, Tuhan! Aku bisa bertemu dengan saudara kembarku yang lama ku cari.
Aku segera turun dan menghampiri Mama, lalu Mama memperkenalkan perempuan yang bersamanya.
Betul dia..adalah Rinda, saudara kembarku yang sudah lama ku cari. Rasanya ini seperti mimpi. Dan, mulai hari itu Rinda tinggal bersama aku dan Mama. Dia tidur di kamar di sebelah kamarku. Walaupun agak susah, aku akan mencoba untuk bisa akrab bersamanya.
Rinda :
Suatu sore, saat aku membuka pintu. Tiba-tiba, ada seorang cowok yang langsung memeluk aku. Aku bingung, dan langsung mendorong cowok itu hingga jatuh ke lantai. Dadaku terasa sesak, ada apa. Ya? Jangan-jangan ini pertanda aku.. jatuh cinta sama cowok itu?
Ternyata cowok itu, Irfan. Tunangannya Rinda, agak kecewa sih, tapi gak apa-lah. Hubungan mereka udah jalan 5 tahun, gue yang nge-rasa gak enak sama Dinda, jadi gue coba ikhlas aja!
Beberapa minggu kemudian...
Dinda :
Hari ini, aku akan menjadi istri dari Irfan. Kebahagiaanku tak bisa kuungkapkan. Saat aku tengah bersiap, tiba-tiba Rinda masuk. Ia mengucapkan ‘ selamat ‘ padaku. Aku bahagia sekali. Sesaat Rinda keluar, dan saat itu. Aku..aku susah bernafas. Tollloooonnnnnggggggg...
“ Bukk..”
Selamat tinggal Irfan, selamat tinggal Rinda, selamat tinggal Mama. Selamat tinggal semua..
Rinda :
3 bulan kemudian...
Setelah, Dinda meninggal. Aku jadi sedih, dan juga merasa senang. Sedih karena kehilangan saudara kembarku dan senang karena sekarang Irfan jadi sendiri. Itu berarti aku agak mempunyai peluang untuk mendapatkan Irfan kembali.
Suatu hari, Irfan datang. Ini kesempatanku untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Sayangnya..
Irfan menolak, alasannya karena ia masih belum bisa melupakan Dinda. Sungguh miris, aku langsung pergi berlari ke taman, dan menangis sesunggukan disana.
Tiba-tiba, ada seseorang yang menyodorkan sebuah sapu tangan padaku. Saat aku memandang lebih jelas, orang itu adalah Jona.
“ Hei, Rin! Kok nangis ada masalah? “ tanyanya.
“ Mmm..enggak. “ jawabku sambil mengahapus air mataku.
“ Rin, sebenarnya ada yang mau gue omongin sama loe! Ini serius.. “ ujar Jona memasang wajah serius.
“ Apa? “ tanyaku mulai penasaran.
“ Gue..gue suka sama loe. Dan gue, mau elo jadi pacar gue! Loe mau, gak? “ tanyanya serius. Gue tertawa.
“ Bercanda loe, gak lucu, Jo! “ ujarku mengalihkan pembicaraan.
“ Gue serius Rin! Gue mau kita pacaran! “ ujarnya sedikit keras. Aku terdiam, berpikir sejenak..
“ Sorry, Jo. Gue lebih suka kalau kita temenan aja. Loe itu sahabat baik gue. Dan gue gak mau merusak persahabatan kita Cuma karena cinta. Sorry, Jo. Gue harap loe ngerti! “ jawabku serius.
Jona mengangguk pertanda ‘ ia memaklumi apa yang aku maksud ‘. Setelah itu, kita hanya tertawa-tawa. Dan, terus bersahabat hingga kita terpisah maut.
.TAMAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar